Sekelebat Pemikiran Di Tengah Pandemi

Well, now we're in the middle of a pandemic which.. I hope will end soon. Kita harus sering cuci tangan dan ekstra menjaga higienitas, pakai masker kalau keluar rumah, tidak boleh keluar rumah kecuali urgent, dan menjauhi kerumunan dan kontak fisik. Banyak kebebasan yang terenggut untuk mencegah penyebaran virus corona ini.

Anyway, gara-gara pandemi ini aku jadi banyak bersyukur. Aku teringat hal-hal yang biasanya aku take for granted, ternyata adalah suatu kenikmatan yang sangat berharga. Misalnya, ternyata bisa olahraga jogging di track atau berenang di kolam dengan bebas dan tanpa perasaan terancam adalah nikmat yang luar biasa. Jalan-jalan di mall, jajan di restoran, belanja ke supermarket, yang sehari-hari kita anggap biasa aja ternyata adalah kenikmatan yang patut disyukuri. Emang ya, baru berasa nilainya setelah direnggut dari sisinya. Dan jujur aja aku kangen melakukan hal-hal itu semua :(

Di tengah pandemi ini, tentu saja seorang Rizka yang masih naif pernah bertanya: sampai kapan ya musibah ini akan terjadi? Kenapa ya Allah kasih ujian ini ke kita semua? Setelah itu aku menyesal sama pikiranku sendiri. Mungkin emang sifat dasar manusia, nggak tahan kalau dikasih ujian. Apalagi kalau ternyata dalam waktu bersamaan ujian yang diterima tidak hanya satu, tapi beberapa, which is rasanya akan berkali-kali lebih berat. Yang namanya sabar itu gampang diucap tapi susah diamalkan, makanya pahalanya besar. Kalau lagi susah, sering kali kita tanya kenapa ya Allah kasih ujian ini ke kita. Giliran sedang di atas, mana pernah kita tanya kenapa kita dikasih rahmat yang luar biasa itu.

Kedua pertanyaan di atas rasanya adalah pertanyaan paling retoris yang tidak perlu ditanyakan kalau memang kita beriman. Karena kita pasti sudah tau jawabannya. Jawabannya adalah kita nggak tahu, atau belum tahu. Hanya Allah yang Maha Mengetahui. Dan itu adalah bagian dari ujian keimanan. Karena kalau kita tahu kapan ujian itu akan berakhir, kenapa kita diberi ujian itu, dan bagaimana ujian itu akan berakhir, bisa jadi kita akan berhenti ikhtiar dan tawakkal. Kita akan berhenti berusaha dan berdoa. Kita jadi santai santai dan enggan meminta, toh nanti juga akhirnya akan seperti itu. Maka Dia rahasiakan sampai waktunya tiba.

Maka sekiranya ikhtiar dan tawakkal adalah jawabannya. Sabar dan husnudzon adalah solusinya. Lagi-lagi, ini memang lebih mudah diucap daripada dilakukan. Butuh latihan dan terus membiasakan diri. Semoga Allah senantiasa memberikan kita keselamatan dunia dan akhirat.

Comments

Popular Posts